Di setiap langkah hidup manusia, selalu ada momen ketika hati terasa gelisah, dada terasa sesak, dan dunia seakan kehilangan warnanya. Bagi sebagian orang, kegelisahan itu dianggap sebagai akibat masalah pekerjaan, hubungan, atau ekonomi. Namun, dalam pandangan Islam, kegelisahan semacam itu sering kali merupakan tanda halus: sebuah undangan dari Allah untuk kembali kepada-Nya.
Allah memanggil manusia bukan dengan suara yang menggema di telinga, tetapi melalui tanda-tanda yang hanya bisa dibaca oleh hati yang peka. Kadang, panggilan itu datang lewat kegagalan yang tak terduga, kehilangan yang menyakitkan, atau bahkan melalui kebahagiaan yang terasa hampa. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 54)
Ayat ini bukan sekadar perintah, melainkan undangan. Undangan untuk pulang. Namun, ironisnya, banyak manusia yang terus menunda untuk menghadiri undangan itu.
Tanda yang Sering Diabaikan
Bayangkan seseorang yang berkali-kali mendapatkan pesan penting, tetapi ia terus mengabaikannya. Pada awalnya, pesan itu datang dengan bahasa yang lembut: kelapangan rezeki yang diiringi rasa syukur, kesehatan yang membawa semangat ibadah, dan lingkungan yang mengingatkan pada kebaikan. Tapi ketika pesan itu diabaikan, ia berubah menjadi panggilan yang lebih keras: kehilangan, musibah, atau bahkan sakit yang memaksa kita merenung.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di siang hari, dan Dia membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di malam hari…” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa undangan taubat itu tidak pernah berhenti. Allah mengirimnya siang dan malam. Namun, sering kali kita malah sibuk mencari hiburan, menunda, atau merasa belum siap.
Mengapa Kita Tak Datang?
Ada beberapa sebab mengapa manusia enggan memenuhi panggilan taubat, dan semuanya berpangkal pada kelemahan hati. Pertama, perasaan “masih punya waktu”. Seolah kematian adalah agenda yang bisa dinegosiasikan. Padahal, tidak ada satu pun yang bisa memastikan apakah ia akan hidup satu jam lagi.
Kedua, rasa malu yang salah arah. Banyak yang berkata, “Aku terlalu banyak dosa untuk kembali kepada Allah.” Padahal, justru karena banyak dosa itulah kita diundang. Ibarat seorang raja yang memanggil budaknya yang lari, bukan untuk menghukumnya, tetapi untuk memeluknya kembali.
Ketiga, hati yang terlalu nyaman dengan dosa. Dosa yang dilakukan berulang akan membentuk kerak di hati. Semakin tebal kerak itu, semakin sulit merasakan panggilan Allah. Inilah yang dimaksud dalam QS. Al-Muthaffifin: 14 “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”
Hikmah di Balik Panggilan yang Tak Disambut
Meski manusia sering mengabaikan, Allah tidak pernah bosan memanggil. Bahkan, panggilan itu adalah bentuk kasih sayang-Nya. Setiap musibah, rasa kehilangan, bahkan kegelisahan hati, adalah tamparan lembut dari-Nya agar kita berbalik arah.
Ibarat seorang ibu yang memanggil anaknya untuk pulang makan. Si anak menolak, sibuk bermain di luar. Maka sang ibu memanggil lagi, bahkan mungkin akan datang menghampiri dan menjemputnya. Begitulah Allah.
Terkadang, panggilan itu justru menjadi penyelamat. Bayangkan jika Allah membiarkan kita terus larut dalam maksiat tanpa pernah diberi rasa bersalah. Itu bukan rahmat, melainkan bentuk penelantaran yang paling mengerikan.
Kapan Harus Datang?
Jawabannya: sekarang. Tidak ada waktu terbaik selain detik ini. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hadid: 16 “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah…?”
Taubat tidak menunggu momen spektakuler. Ia tidak harus dimulai di masjid megah atau saat bulan Ramadan. Taubat bisa dimulai dari kursi kerja, dari tepi ranjang, atau bahkan dari dalam mobil saat lampu merah. Cukup dengan hati yang hancur karena menyesal dan mulut yang lirih mengucap istighfar.
Menjadi Tamu yang Disambut
Ketika akhirnya kita datang memenuhi undangan itu, Allah menyambut dengan cara yang tak bisa dibayangkan. Semua dosa dihapus, hati menjadi lapang, dan jalan hidup terasa lebih terang. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah satu dari kalian yang menemukan kembali untanya yang hilang di padang pasir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perumpamaan ini menggambarkan betapa luar biasanya sambutan Allah. Kita yang selama ini menolak undangan-Nya, tetap disambut seolah kita tak pernah pergi.
Panggilan taubat adalah undangan yang akan terus datang hingga kita menutup mata. Tapi tak ada yang tahu kapan undangan itu akan menjadi yang terakhir. Karena itu, jangan lagi menjadi tamu yang tak pernah hadir. Datanglah sekarang, sebelum kesempatan itu diambil selamanya.