Menarik menyoroti hasil survei mendalam yang dilakukan oleh Burhanuddin Muhtadi tentang gambaran perbedaan generasi muda dan generasi tua yang ditemukan adanya jurang pemisah yang lebar (Suara Muhammadiyah, edisi 09/109 hal.8). Temuan dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menunjukkan, anak muda menggambarkan dirinya lebih kreatif, tertarik pada kepentingan pribadi dan materialistik. Sedangkan orang tua lebih mengutamakan keluarga, sadar kewajiban, agamis dan suka kerja keras.
Generasi muda mempunyai isunya tersendiri. Mereka lebih menyadari isu-isu perubahan iklim, isu lingkungan, isu sampah, dan pencemaran limbah. Namun, ada temuan menarik, generasi muda kecenderungannya kurang tertarik dengan majelis taklim dan organisasi dakwah konvensional. Afiliasi anak-anak muda terhadap organisasi Islam konvensional makin lama makin tidak relevan.
Temuan survei yang memberikan gambaran anak muda makin lama makin tidak tertarik dengan ormas Islam, makin lama makin tidak tertarik dengan majelis taklim, dan makin lama makin tidak mau aktif di organisasi pergerakan menjadi lampu merah bagi pencetak kaderisasi dakwah Islam, termasuk Muhammadiyah. Diakui Muhtadi, pengajian-pengajian Muhammadiyah banyak diikuti oleh generasi baby boomers. Baby boomers menunjuk kepada generasi yang lahir pada 1946-1964. Generasi-generasi sepuh untuk ukuran saat ini.
Muhammadiyah diharapkan mampu memfasilitasi dan mewadahi tumbuh kembang generasi baru (muda). Hal ini sebagai upaya strategis untuk memastikan laju gerak organisasi dakwah di masa depan. Bila fenomena kecenderungan generasi muda kita biarkan, apa jadinya nasib ormas dan masa depan dakwah?
Kolaborasi, Sebuah Ikhtiar
Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki sistem birokrasi dan administrasi, tentu memiliki kantor pusat yang ada di Jakarta dan Yogyakarta. Namun, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, maka pusatnya ada di ranting, cabang dan masjid. Bila ranting, cabang atau masjid Muhammadiyah mati suri, maka sesungguhnya gerakannya pun mati suri. Ranting, cabang dan masjidnya adalah the real Muhammadiyah.
Ranting, cabang dan masjid merupakan akar rumput (grassroot) Muhammadiyah. Pengembangan dan penguatan akar rumput harus menjadi agenda penting. Perkaderan kontemporer yang diminati anak muda di akar rumput sangat strategis dilakukan. Apalagi gerakan dakwah di akar rumput perlu generasi-generasi baru yang fungsinya untuk menjamin keberlangsungan dakwah di masyarakat dan kelak menjadi kader.
Berbicara kaderisasi, salah satu pilar pendukung kaderisasi adalah amal usaha Muhammadiyah (AUM) dan organisasi otonom di dalamnya. AUM seperti kampus dan sekolah menengah yang memiliki ortom di dalamnya (seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan, dsb) memiliki potensi kader-kader muda yang siap dilejitkan potensinya dan siap pula berkontribusi pada persyarikatan.
Kader-kader muda tersebut perlu dibina dan diberikan pengalaman nyata. Salah satu model pendidikan kader yang baik antara lain dengan memperkenalkan “realitas” sebagai sumber belajar. Pada titik inilah, kolaborasi AUM dan grassroot Muhammadiyah (ranting, cabang dan masjid) perlu kolaborasi dalam mendidik dan menerjunkan kader muda yang dimiliki.
Grassroot Muhammadiyah memerlukan sentuhan sentuhan kreatif dalam pengembangan dakwah dan pengembangan basis yang bersifat kontemporer agar fungsi dakwah bisa mengena di semua kalangan. Sementara itu, AUM memiliki sumber daya kader muda yang kreatif, dan biasanya memiliki program-program pemberdayaan sebagai latihan bagi anak didiknya.
Dalam hal ini, kolaborasi bisa dibangun divmana fungsi ranting, cabang dan masjid sebagai laboratorium tempat belajar peserta didik dari sebuah AUM. Sebagai contoh, dalam program pendidikan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah, tema yang diusung beragama, mulai tema lingkungan, teknologi, kewirausahaan, dsb. Sekolah bisa menerjunkan siswanya di ranting, cabang, atau masjid untuk meneliti dan membuat teknologi yang membantu dakwah, seperti membuatkan media sosial dan cuplikan video dakwah di ranting agar dakwah di ranting semakin diterima kalangan muda. Atau juga bisa mengadakan training kewirausahaan bagi anak remaja masjid agar mereka berdaya dan siap menjadi kader penerus kelak. Dengan kolaborasi, apa yang menjadi kekhawatiran anak muda semakin lama semakin tidak tertarik ormas bisa ditepis…