JAKARTA, MUHAMMADIYAHSOLO.COM-Dalam beberapa tahun terakhir, isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menjadi tantangan global yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Sebagai organisasi Islam yang telah berdiri lebih dari satu abad silam, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan solusi nyata melalui pendidikan yang inovatif dan berkelanjutan. Islamic Green School diharapkan menjadi wujud konkret dari komitmen ini dan menjadi gerakan nasional.
Melalui siaran pers yang diterima Muhammadiyahsolo.com, Selasa (7/1/2025), menjelang Tanwir I ‘Aisyiyah, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah meluncurkan buku Islamic Green School, sebuah Pedoman Praktis Sekolah Ramah Lingkungan, Selasa (7/1/2025). Buku yang diawali oleh niat kuat program Eco Bhinneka Muhammadiyah dengan membuat model Islamic Green School dengan ‘Aisyiyah Boarding School Bandung yang diluaskan menjadi gerakan nasional. Penyusunan buku panduan Islamic Green School ini melibatkan pakar-pakar pendidikan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat. Penyusunan buku panduan ini didukung penuh oleh Majelis PAUD Dasmen PP ‘Aisyiyah dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP ‘Aisyiyah.
Buku ini ini akan digunakan oleh Majelis PAUD Dasmen ‘Aisyiyah serta oleh pihak-pihak yang terkait. Peluncuran buku menjadi bagian dari syiar Pra-Tanwir I ‘Aisyiyah, yang akan dilaksanakan di Jakarta pada 15-17 Januari 2025 dengan tema “Dinamisasi Perempuan Berkemajuan Mewujudkan Indonesia Berkeadilan”.
Peluncuran buku yang dilaksanakan di Aula Lantai 6 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah ini dihadiri 82 orang peserta yang berasal Majelis, Lembaga, Ortom PP Muhammadiyah dan PP ‘Aisyiyah, serta dari Ikatan Guru ABA (IGABA) dan Ikatan Guru ‘Aisyiyah se Indonesia (IGASI), serta lebih dari 409 orang peserta dari PWA se Indonesia yang bergabung secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Ujung Tombak Dakwah
Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Prof. Masyitoh Chusnan, menyampaikan buku ini sebagai langkah yang penting, mendesak, dan strategis di tengah era globalisasi yang serba instan dan berdampak pada lingkungan hidup. Prof Masyitoh menekankan bahwa ibu-ibu ‘Aisyiyah merupakan ujung tombak dakwah lingkungan. “Kami berharap buku ini menjadi panduan guru dalam mengenalkan lingkungan sesuai usia anak didik, sehingga lebih tepat sasaran,” imbuhnya. Ia menyebutkan bahwa PP Aisyiyah terus mendorong penerbitan karya intelektual yang lainnya. “Buku ini kelak merupakan aset intelektual yang tidak pernah punah,” ucapnya.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, menyampaikan, peran sekolah sangat penting dalam menjaga lingkungan. Buku ini menjadi kontribusi signifikan untuk membangun kesadaran ekologis di sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak. “Anak-anak kita perlu lebih mengenal persoalan kehidupan yang mengancam eksistensi. Sehingga mereka memiliki kesadaran yang berkelanjutan, dan mampu menempatkan diri sebagai khalifah yang memakmurkan dan melestarikan sumberdaya alam,” terangnya.
Fajar juga mengingatkan bahwa perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata, seperti banjir di Abu Dhabi dan cuaca ekstrem yang mengganggu pelaksanaan ibadah haji. “Anak-anak harus dikenalkan dengan efek negatif pemanasan global, agar mereka memahami dan mengambil peran dalam mitigasi serta adaptasi,” tambahnya.
Prayoga Rendra Vendiktama, Penelaah Teknis Kebijakan di Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, menyampaikan bahwa pihak Kemendikdasmen turut menggaungkan pentingnya pendidikan iklim. Pemahaman, aksi nyata, dan berbagi, adalah 3 tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan iklim. “Pertama, kita ajak peserta didik kita untuk memahami isu perubahan iklim termasuk dampak-dampak yang dirasakan. Lalu kita ajarkan mereka untuk melakukan aksi nyata, bisa berupa adaptasi maupun mitigasi terhadap perubahan iklim. Setelah aksi nyata, ujungnya adalah berbagi, bagaimana peserta didik bisa menggerakkan keluarga dan komunitas untuk menanggulangi perubahan iklim,” paparnya.
Rahmawati Husein, Ketua LLHPB PP ‘Aisyiyah, menekankan pentingnya Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) terhadap perubahan iklim menciptakan ketangguhan di lingkungan pendidikan. Sepuluh tahun terakhir, perubahan iklim meningkatkan tren bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, putting beliung, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan. “Ketangguhan di sekolah perlu kita ciptakan untuk melindungi peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya dari risiko bencana di sekolah,” ungkapnya. Menurut dia, ‘Aisyiyah memiliki potensi luar biasa dengan belasan ribu Amal Usaha ‘Aisyiyah Bidang Pendidikan, serta ratusan ribu guru dan tenaga pendidiknya. Tantangannya adalah bagaimana melindungi investasi pendidikan dari risiko bencana.
Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, menggarisbawahi, program Islamic Green School tidak hanya berhenti di buku, tetapi harus diwujudkan melalui aksi nyata (Islamic Green Action). “Kita butuh inovasi yang dimulai dari obrolan kecil hingga menjadi gerakan besar. Pola asuh, gaya hidup hijau, dan keterlibatan masyarakat sekitar sekolah adalah kunci keberhasilan Islamic Green School,” katanya.