Perbincangan berlanjut, siang itu, diskusi kami dari Komunitas Tajdid Pendidikan mengangkat tema perbincangan pendidikan di era reformasi. Tema ini kami angkat, karena era reformasi membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Sebelum reformasi dunia pendidikan begitu sentralistik. Usai reformasi, sebaliknya, pendidikan bergerak ke arah desentralisasi.
Pada era reformasi pula aspek peran serta masyarakat dalam pendidikan tumbuh bak jamur di musim hujan. Bagaimana latar belakang dan peran sosial dari masyarakat dalam pendidikan serta strategi apa yang digunakan untuk mewujudkan eksistensi keberlanjutan dakwah pendidikan, menjadi obrolan kami di siang itu. Berikut kami rangkum perbincangannya di komunitas.
Mengawali perbincangan, kami mengupas latar belakang. Bahwasannya kelas menengah muslim atau middle class moslem muncul sejak Orde Baru (1990-an). Mereka kelompok masyarakat baru. Kelompok masyarakat ini muncul difasilitasi oleh keberhasilan pembangunan ekonomi dan pendidikan dari modernisasi Orde Baru. Sejak era 1980-an, Indonesia memiliki sejumlah besar tenaga ahli (skilled man-power) yang terdiri
dari manajer, profesional terlatih, teknisi, guru dan dosen, dan berbagai sumber daya manusia yang berkualitas.
Kelompok Penting
Berdasarkan profesi maupun pekerjaan, kelas menengah ini kemudian menjadi kelompok penting di birokrasi pemerintah maupun sektor swasta. Beberapa pengamat seperti Robert Hefner, Kuntowijoyo, Arief Budiman, Ramage berkesimpulan bahwa kelas sosial ekonomi baru telah muncul secara fenomenal di Indonesia. Mereka muncul sebagai sebuah kelas menengah yang terdiri dari para akademisi, cendekiawan, reformis, intelektual, pengusaha muda, pengacara, politisi, aktivis kebudayaan, teknokrat, aktifis LSM, da’i, publik figur, presenter, maupun pengamat.
Kemunculan kelas menengah ini diikuti pula oleh peningkatan semangat pada kehidupan agama. Fenomena ini terjadi era 1980-1990 ketika kaum menengah Islam bangkit untuk ke semangat keagamaan di wilayah perkotaan yang tersentuh oleh pembangunan ekonomi dan perubahan sosial secara intens. Fenomena memiliki efek domino pada peningkatan ketaatan beragama.
Kelas menengah muslim ini muncul dari proses urbanisasi yang terjadi sejak tahun 1960-an. Industrialisasi dan pembangunan yang sentralistik telah mendorong urbanisasi kaum santri dari desa ke kota. Mereka dihadapkan dilema antara tuntutan menjadi manusia modern yang berpotensi teralienasi dan dislokasi, dengan bagaimana mempertahankan akar budaya
santri dengan resiko “kehilangan” modernitas.
Hal ini menjadi dilema bagi kaum santri urban. Mereka merasa sakit untuk sepenuhnya modern dan meninggalkan tradisionalitas. Jika meminjam terminologi Samuel Huntington, mereka menghadapi situasi yaitu “Islamist symbols, commitment, and beliefs meet these
psychological needs.”.
Maka terdapat lima fenomena yang terjadi kelas menengah muslim era 1990-an. Fenomena ini muncul sebagai presentasi kultural kelas menengah muslim yaitu :
- Jilbab sebagai peneguhan identitas Islam
- Bemunculan lagu-lagu islami (lagu karya Bimbo, musik jenis nasyid dan kasidah) yang sesuai selera kelasmenengah,
- Berdiri Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).
- Penerbitan media Islam
- Kajian Islam di lokasi prestisius seperti di rumah pribadi danhotel berbintang.
Kelima fenomena dilihat tidak hanya sekadar bukti telah meningkatnya ekspresi keagamaan dan gejala kebangkitan Islam. Fenomena lebih dari itu yang disebut Pierre Bourdieu sebagai “reproduksi kultural” (cultural reproduction) yaitu investasi sosial yang secara generatif (terus-menerus) dilakukan dan secara perlahan kemudian meneguhkan terbentuknya sebuah identitas kelas baru yaitu kelas menengah muslim.
Muhammadiyah sebenarnya telah mengalami yang dinamakan “reproduksi sosial”. Muhammadiyah telah menjadi Islam modern yang membentuk identitas baru yaitu Islam Berkemajuan. Akan tetapi, kaum menengah muslim yang dimotori oleh generasi muda Islam mereka bergerak dengan sangat cepat termasuk di bidang pendidikan. Sebagai bukti, awal 2.000-an, Sekolah Islam bak cendawan di musim hujan. Pendidikan Islam yang dahulu didominasi oleh Muhammadiyah dan NU, kemudian muncul sekolah-sekolah Islam yang baru di bawah naungan berbagai yayasan dan aliran. Kita melakukan pendataan di Kota Solo, maka telah muncul berbagai sekolah Islam, antara lain :
- Yayasan Al-Islam
- Yayasan Batik
- Muhammadiyah
- Sekolah Muhammadiyah Program Khusus
- SD Muhammadiyah 1 Ketelan
- SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari
- Al-Abidin
- Ta’mirul Islam
- Nur Hidayah
- Al-Azhar
- Al-Azhar Syifa Budi
- Insan Mulia
- Al-Khoir dsb
Di akhir perbincangan, kami menyimpulkan, melihat situasi seperti saat ini, sekolah Muhammadiyah harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Apabila tidak mampu beradaptasi maka bersiap menghadapi kehancuran. Sekolah Muhammadiyah yang berhasil beradaptasi, maka akan berlanjut keberlangsungan hidup dan manfaat kepada umat. Strategi yang dapat dilakukan adalah membangun jejaring, merumuskan segmentasi sehingga ada program unggulan yang menjamin kontinuitas dan tentu saja kreatif, inovatif dengan visi yang kuat sangat di butuhkan bagi sebuah lembaga pendidikan untuk eksis dan memberikan manfaat bagi umat.
Sumber : Buletin Tajdid Pendidikan MPI PDM Kota Solo, edisi 3 Tahun 2023