Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar. Sebagai gerakan dakwah Islam, Muhammadiyah harus dekat masyarakat dalam menebarkan kebaikan Islam. Apabila dakwah Islam tidak mendekat ke masyarakat, tujuan dakwah tidak pernah tercapai. Salah satu sarana untuk mendekat ke masyarakat adalah masjid. Maka, dakwah Muhammadiyah seyogianya berbasis masjid. Apabila masjid Muhammadiyah makmur berarti dakwah Islam berhasil.
Masjid mempunyai makna yang luas. Kita sering membatasi makna masjid hanya pada konteks religiositas. Masjid hanya dimaknai sebagai tempat ibadah. Pemaknaan tersebut tidak salah namun menafikan potensi masjid. Padahal, Rasulullah SAW mencari lokasi di mana masjid Nabawi akan dibangun sebelum menuju rumah yang akan ditinggali ketika pertama kali memasuki Kota Madinah. Rasulullah SAW melaksanakan dakwah Islam berbasis masjid. Masjid Nabawi berdiri kemudian dimanfaatkan tidak hanya sebagai tempat ibadah. Rasulullah SAW memusatkan aktivitas di Masjid Nabawi mulai dari ibadah, diskusi, pertemuan dan latihan perang. Beberapa orang tinggal di sekeliling masjid Nabawi untuk belajar Islam langsung dari Rasulullah SAW. Mereka disebut dengan ahli shuffah seperti Abu Hurairah. Rasulullah SAW dan istrinya juga tinggal di samping Masjid Nabawi.
Masjid harus mempunyai manfaat sosial. Masyarakat harus merasakan manfaat masjid baik sebagai jemaah maupun penduduk di sekitar masjid. Ironis jika ada masjid yang indah dan makmur namun dikelilingi orang miskin yang tidak terurus. Masjid mempunyai saldo kas yang besar namun masyarakat di sekelilingnya kelaparan atau terlilit utang. Kehadiran masjid menjadi asing di tengah masyarakat. Dakwah Islam bertujuan mengantarkan manusia agar siap menghadapi kehidupan akhirat. Bagaimana mereka siap menghadapi akhirat jika kehidupan dunia mengalami kesulitan seperti kemiskinan dan kelaparan. Oleh karena itu, masjid harus hadir sebagai solusi masalah masyarakat, tidak hanya sebagai tempat ibadah. Ini makna yang hakiki bahwa masjid sebagai pusat dakwah Islam.
Pengembangan Masjid
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyadari hal tersebut. PP Muhammadiyah memprioritaskan pengembangan masjid sebagai pusat dakwah melalui Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Masjid (LPCRM). Lembaga ini semula bernama LPCR kemudian berubah menjadi LPCRM dengan bertambah bidang garapnya, yaitu masjid Muhammadiyah. Masjid-masjid Muhammadiyah harus diurus sehingga memiliki fungsi sosial. Salah satu contoh masjid Muhammadiyah yang berhasil mengembangkan fungsi sosial di wilayah Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Solo, yaitu Masjid Kottabarat. Masjid Kottabarat memiliki aktivitas meliputi salat berjemaah, kajian tafsir/hadis dan pengajian ahad pagi. Masjid ini menjadi contoh bagaimana masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah melainkan juga bermanfaat secara sosial.
Masjid Kottabarat mampu mengembangkan sebuah perguruan pendidikan yaitu Perguruan Muhammadiyah Kottabarat. Perguruan Muhammadiyah Kottabarat mengelola sekolah, yaitu TK ‘Aisyiyah Program Khusus (PK) Kottabarat, SD Muhammadiyah PK, SMP Muhammadiyah PK, dan SMA Muhammadiyah PK Kottabarat. Sekolah-sekolah di bawah naungan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat ini menjadi pendidikan unggulan di Kota Solo. Perguruan Muhammadiyah Kottabarat memberi kontribusi kepada aktivitas Masjid Kottabarat. Aktivitas masjid tidak hanya mengandalkan infak maupun sedekah dari jemaah masjid. Masjid mempunyai sumber daya untuk memakmurkan dan menyejahterakan jemaahnya.
Masjid Kottabarat menjadi contoh bagaimana masjid Muhammadiyah mengembangkan diri. Masjid ini memiliki potensi di bidang pendidikan. Masjid Muhammadiyah yang lain mungkin memiliki potensi berbeda seperti perdagangan, pertanian, jasa, dan sebagainya. Takmir harus kreatif dan jeli untuk mengembangkan masjid Muhammadiyah. Takmir tidak boleh berpuas diri jika masjid Muhammadiyah telah mempunyai banyak jemaah dan saldo kas yang besar. Masjid Muhammadiyah tidak boleh hanya sebagai tempat ibadah dan harus mempunyai kemanfaatan sosial.