Di momentum bulan Ramadan dan Idul Fitri, kecenderungan untuk menunjukkan kesemarakan dan gairah beragama cukup tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat. Meramaikan dan menghidupkan suasana ramadhan dengan kegiatan khataman Al-Qur’an, iktikaf, zakat, halalbihalal dan sebagainya kerap menjadi fenomena tahunan yang mewarnai kehidupan sosial keagamaan baik di masyarakat maupun sebuah lembaga. Tentu saja, fenomena semangat keberagamaan dan kebiasaan yang membudaya ini membuat kita bahagia melakukannya.
Baru-baru ini, saya mengikuti acara halal bihalal (HBH) perguruan Muhammadiyah Solo yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Solo. Desain HBH tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. HBH berbentuk sarasehan (diskusi) dan diikuti oleh pimpinan sekolah (Kepala dan Wakil Kepala) TK, SD, SMP/MTs, SMA/SMK Muhammadiyah Solo. Sebelumnya, acara HBH ini diikuti oleh ribuan guru dan karyawan perguruan Muhammadiyah Solo untuk mendengarkan tausiyah HBH.
Sarasehan dan diskusi HBH tersebut, menghadirkan Prof. Suyanto, guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dia menyampaikan tema “Growth Mindset” untuk menumbuhkan sekolah Muhammadiyah berkemajuan. Narasumber memberikan motivasi psikologi sukses mengelola lembaga dengan menumbuhkan cara berpikir “tumbuh” yang memiliki faktor 80% mempengaruhi kesuksesan menuju unggul. Situasi lingkungan yang sering mengalami perubahan, kadangkala menimbulkan kesulitan dan tantangan. Namun, ditangan orang-orang yang memiliki perspektif berpikir yang “tumbuh”, kesulitan tersebut menjadi wahana belajar untuk terus tumbuh berkembang.
Nilai Tambah
Saya yang ikut hadir secara langsung, dapat merasakan atmosfer pertemuan HBH tersebut memiliki nilai tambah dalam memperkuat perspektif. Desain sarasehan dan diskusi memungkinkan menjadi daya tarik dan medium bagi peserta untuk mencari referensi jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi di lembaga. Hemat saya, perubahan format seremonial HBH, yang menghadirkan pimpinan AUM sebagai lokomotif pergerakan menjadi efektif, efisien serta produktif dalam mewujudkan gerak berkemajuan. Hal ini, saya tangkap juga dari keterangan sambutan pimpinan Majelis Pendidikan terkait latar belakang mengapa desain diskusi sarasehan dalam seremonial HBH dilakukan.
Aspek seremonial dan kesemarakan dalam implementasi keberagamaan jangan berhenti pada aspek kulit luar (ritual) saja, namun harus lebih menyentuh aspek penghayatan (batiniyah). Tampilan luar dalam pelaksanaan semangat beragama memang perlu, namun harus diikuti aspek penghayatan yang pada akhirnya membangun etos dimensi dalam berupa kualitas moral dan tindakan benar.
Desain HBH dalam format diskusi sarasehan, harapannya akan menjadi media pendorong “dimensi dalam” yang menggerakkan semangat spiritualitas, mindset dan profesionalitas pengelola AUM dalam membawa lembaga ke arah gerak dakwah Muhammadiyah unggul berkemajuan. Sudah saatnya tradisi keberagamaan memiliki daya dorong batin dan penghayatan ke arah moralitas kemajuan, bukan sekadar seremoni dan simbol-simbol kering makna.
Penulis adalah guru SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat, Solo.