Growth Mindset menjadi salah satu kunci yang mesti dimiliki para guru di perguruan Muhammadiyah. Dengan berlandaskan pola berpikir terbuka, guru akan memahami bahwa kualitas siswa dikembangkan melalui dedikasi dan usaha yang keras. Semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya, apabila guru masih beranggapan bahwa bakat siswa adalah mutlak adanya (dibawa sejak lahir), tidak bisa diasah, akan memandang bahwa sukses siswa bergantung kepada bakat yang dimiliki sebelumnya. Pola pikir ini cenderung tertutup atau fixed mindset. Tidak disadari hal ini akan mengerdilkan potensi dan bakat anak didik karena kurangnya kesempatan yang sama. Setiap siswa memiliki potensi dan bakat yang berbeda dan bahkan unik sehingga tugas guru untuk lebih jeli memunculkan potensi dan bakat siswa.
Siswa yang tinggal di daerah perdesaan atau daerah tertinggal sudah tentu memiliki keterbatasan akses dan informasi pengetahuan dibanding mereka yang tinggal di perkotaan. Namun hal ini bukan halangan mengingat kemampuan berpikir siswa di pedalaman tidak kalah dibanding dengan siswa di perkotaan. Masih ingat novel Laskar Pelangi yang ternyata tumbuh dari sekolah Muhammadiyah yang penuh dengan keterbatasan? Ternyata sang guru berhasil menumbuhkan intellectual curiosity kepada sang siswa sehingga tidak takut bermimpi, dan kenyataannya terdapat siswa yang mampu mewujudkannya dengan baik.
Energi Positif
Kisah novel Laskah Pelangi tentu sangat inspiratif bagi para guru Muhammadiyah. Setidaknya terdapat tiga hal penting, pertama, semangat untuk terus belajar dan berkembang. Seorang guru harus senantiasa memberikan energi positif dan semangat yang konsisten kepada siswa. Kedua, fokus dalam proses belajar serta berani menerima tantangan apapun. Ketiga, dengan kerja dan kemauan keras maka berbagai jenis keterampilan bisa dikembangkan. Pembelajaran juga diarahkan untuk meningkatkan soft skill agar siswa memiliki ketrampilan sesuai bakatnya. Dengan berpegang tiga hal tersebut, dipahami bahwa hasil pembelajaran tidak lepas dari maksimalnya sebuah proses. Kegagalan juga merupakan bagian dari proses.
Termasuk dalam pola pikir growth mindset ialah keterbukaan menerima kritik dari siapapun, bahkan dari siswa itu sendiri. Terkadang terdapat guru yang masih alergi terhadap kritik dari siswa. Guru beranggapan sebagai orang tua yang tidak boleh dikritik karena akan menurunkan kewibawaan guru. Padahal, kewibawaan guru justru akan terjaga manakala bersikap terbuka dan rendah hati, menganggap bahwa siswa bukan seperti gelas kosong melainkan gelas yang penuh potensi. Mereka siap dikembangkan dengan pengetahuan dan pembelajaran di sekolah yang berkualitas.
Khususnya pembelajaran di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang memiliki ciri khusus. Meminjam Prof. Suyanto, model pendidikan Muhammadiyah adalah holistik-integratif yang mengarah pada integrasi ilmu Agama Islam dan ilmu umum, serta berbagai aspek lain yang mendukung. Karena itulah, pendidikan karakter diarahkan pada pembentukan moral, kejujuran dan tanggungjawab. Fenomena meningkatnya game online, pinjol (pinjaman online), hingga judi online yang sudah menjangkiti masyarakat luas adalah tantangan tersendiri.
Disadari bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar, dan kini tergeser oleh media sosial bahkan aplikasi artifisial intelligence (AI). Media sosial dan AI akan semakin berkembang ke depan, dan menunjukkan fenomena penurunan semangat membaca dan belajar siswa. Sifat instan semakin menggejala di kalangan para siswa. Literasi bacaan semakin berkurang dan lebih memilih membaca yang remeh temeh (membaca IG) dan status artis daripada buku atau bacaan yang bermutu. Evaluasi terhadap seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri, kelemahan menonjol para siswa SLTA saat ini terletak pada aspek literasi, baik bahasa Indonesia, Inggris, maupun numerik.
Pengelolaan sekolah Muhammadiyah juga perlu dilandasi konsep berpikir growth mindset. Bahwa kepala sekolah (KS) terbuka menerima masukan dan saran sehingga sekolah semakin baik pengelolaanya. KS juga menjadi manager yang membuat sistem agar sekolahnya memiliki tata kelola yang baik. Pengelolaan keuangan yang transparan, pemberian reward and punishment yang tertata, serta situasi penuh kekeluargaan akan menjadikan sekolah yang dicari masyarakat dan bukan sebaliknya.
Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Pendidikan PDM Surakarta