Syahwat intelektual sekilas tampak tabu dalam kata syahwat. Namun, dalam tulisan ini, syahwat dimaknai secara luas sebagai hasrat yang mendalam untuk terus mencari pengetahuan, menggali ide-ide baru, dan memperluas horizon berpikir. Hasrat semacam ini bukan hanya tentang membaca buku atau mencari informasi, tetapi juga tentang mengejar pemahaman yang lebih mendalam terhadap dunia dan diri sendiri. Salah satu sosok yang dapat dianggap sebagai perwujudan dari syahwat intelektual ini adalah Mohammad Hatta, seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang memiliki kegemaran luar biasa terhadap dunia literasi. Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, diplomat, dan Wakil Presiden pertama Indonesia, Hatta juga dikenal sebagai seorang “gila baca” yang sangat haus akan ilmu pengetahuan.
Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sejak usia muda, Hatta telah menunjukkan minat yang besar terhadap pendidikan dan pengetahuan. Ia menempuh pendidikan dasar di sekolah Belanda di Bukittinggi, lalu melanjutkan ke Sekolah Rakyat di Jakarta, dan akhirnya meraih pendidikan tinggi di Belanda, tempat ia menimba ilmu di Universitas Rotterdam dan kemudian Universitas Leiden. Di sana, Hatta tidak hanya mempelajari ekonomi, tetapi juga berbagai disiplin ilmu lainnya. Kecintaannya terhadap buku dan pengetahuan semakin berkembang ketika ia berada di Eropa.
Kebiasaan Hatta itu luar biasa. Salah satu karakteristik penting yang melekat pada dirinya adalah ketekunannya dalam membaca literatur dari berbagai penjuru dunia, baik itu mengenai ekonomi, politik, maupun filsafat. Hatta dikenal sebagai pribadi yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan membaca buku ketimbang terlibat dalam kegiatan sosial lainnya. Menurut beberapa catatan, selama berada di Belanda, Hatta sering menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan, menyelami berbagai literatur yang membuka wawasannya tentang dunia, bahkan mahar pernikahan beliau dengan istrinya adalah sebuah buku yang berjudul Alam Pikaran Yunani.
Buku-buku yang dibacanya sangat beragam. Sebagai contoh, dalam bidang ekonomi, Hatta banyak membaca karya-karya tokoh ekonomi klasik seperti Adam Smith, John Stuart Mill, dan Karl Marx. Di sisi lain, Hatta juga menunjukkan minat besar terhadap filsafat, sejarah, dan politik. Salah satu pengaruh besar yang membentuk pemikiran Hatta adalah pemikiran-pemikiran John Locke, seorang filsuf dan pemikir politik asal Inggris. Hal ini tercermin dalam sikap Hatta yang sangat mendukung prinsip-prinsip kebebasan individu, serta keyakinannya akan pentingnya pendidikan dan hak asasi manusia.
Kecintaan Hatta terhadap literasi dan pengetahuan tidak hanya terbatas pada kepentingan pribadi semata, tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hatta menyadari betul bahwa kemerdekaan suatu bangsa tidak hanya dapat dicapai melalui perjuangan fisik, tetapi juga harus disertai dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama dalam hal pemahaman terhadap ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Hatta berupaya memajukan pendidikan dan literasi di Indonesia, bahkan setelah kemerdekaan.
Syahwat intelektual Hatta juga tercermin dalam tulisannya yang memuat gagasan-gagasannya mengenai pembangunan ekonomi dan politik di Indonesia. Dalam bukunya yang berjudul Indonesia Merdeka (1947), Hatta menggambarkan visi mengenai negara yang merdeka dan berdaulat dengan sistem ekonomi yang berkeadilan dan berbasis pada solidaritas sosial. Gagasan-gagasan ini tidak hanya berakar pada pemikirannya tentang kondisi sosial dan ekonomi Indonesia, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai referensi internasional yang ia pelajari.
Lebih jauh lagi, pada masa pemerintahan Republik Indonesia yang masih muda, Hatta menginisiasi pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Hatta menekankan pentingnya pengajaran ilmu pengetahuan yang berbasis pada pendekatan yang lebih kritis dan analitis. Menurutnya, hanya dengan pendidikan yang baik dan pemahaman yang mendalam tentang berbagai ilmu, bangsa Indonesia dapat maju dan bersaing dengan negara-negara lain di dunia.
Hatta dan Literasi di Indonesia
Syahwat intelektual Hatta turut memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan literasi di Indonesia. Hatta percaya bahwa membaca adalah kunci untuk mencapai kemajuan. Oleh karena itu, ia sangat mendukung inisiatif untuk memperbanyak jumlah perpustakaan di Indonesia. Bahkan, Hatta dikenal sebagai sosok yang rajin mengumpulkan buku-buku dari berbagai negara dan menjadikannya sebagai bagian dari koleksi pribadi. Beberapa koleksi bukunya dapat ditemukan di perpustakaan universitas-universitas besar di Indonesia, termasuk Universitas Indonesia dan Universitas Andalas.
Selain itu, Hatta juga berupaya mendorong para pemuda Indonesia untuk memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia sering kali berbicara mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dalam berbagai pidato dan tulisan-tulisannya. Salah satu kutipan terkenal dari Hatta adalah, “Jangan takut untuk belajar, karena dengan belajar kita akan menemukan kebebasan sejati.”
Bahkan, setelah masa pemerintahan, Hatta terus mempromosikan pendidikan dan literasi melalui berbagai forum akademis. Buku-buku yang ia tulis dan ide-ide yang ia sebarkan menjadi fondasi penting dalam membangun wawasan intelektual Indonesia. Hatta tidak hanya dikenal sebagai seorang politikus, tetapi juga sebagai seorang pemikir yang sangat mendalam, dengan syahwat intelektual yang tak pernah padam sepanjang hidupnya.
Mohammad Hatta adalah contoh nyata dari sosok yang memiliki syahwat intelektual yang sangat besar. Hasratnya untuk terus belajar dan membaca telah membentuk pemikiran-pemikiran cemerlang yang berkontribusi pada perjuangan kemerdekaan Indonesia, serta pembangunan bangsa setelahnya. Dalam konteks ini, Hatta bukan hanya seorang pejuang kemerdekaan, tetapi juga seorang “gila baca” yang meyakini bahwa pengetahuan adalah salah satu kunci utama dalam mencapai kemajuan dan kemerdekaan sejati. Dengan begitu, semangat Hatta dalam mengejar ilmu pengetahuan dapat dijadikan inspirasi bagi generasi masa depan untuk terus meningkatkan kualitas intelektual dan mencintai dunia literasi.
Penulis adalah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)