Tak mudah bagi Muhammadiyah menjalankan “trisula baru” di bidang pemberdayaan dan kemanusiaan. Selama ini, baik Lazismu maupun MDMC, mempunyai kinerja baik, namun bukan berarti tak ada problematika saat menjalankan misinya. Tantangan ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pimpinan Muhammadiyah bersama organisasi otonom (ortom), pengelola amal usaha maupun warga persyarikatan pada umumnya.
Dari sisi penghimpunan dana, Lazismu Solo selalu membukukan prestasi menggembirakan. Setidaknya, sejak 2011, pengumpulan dana zakat, infak, sedekah serta dana-dana kebajikan lain terus meningkat. Bahkan selalu melebihi target. Tahun 2022, target penghimpunan dana Rp2,7 miliar, realisasi Rp3,5 miliar. Sedangkan tahun 2023, target Rp4,2 miliar, realisasinya Rp5,3 miliar. Lazismu selalu mendapatkan predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) dari auditor publik selama lima kali berturut-turut.
Baca juga: Membedah Trisula Baru Muhammadiyah Kota Solo
Menurut Ketua Lazismu Solo, Reynal Falah, dari berbagai tantangan itu, salah satunya bagaimana mengukur tingkat keberhasil program. Setiap program punya plus minusnya. Selama ini pemberdayaan dengan tingkat keberhasilan tinggi adalah di bidang pendidikan. Lazismu membantu siswa yang kesulitan membayar SPP sehingga mereka bisa lulus. Begitu pula mahasiswa yang tidak mampu bayar biaya kuliah, bahkan hampir drop out (DO), Lazismu bisa membantunya sehingga kelar kuliahnya.
Tantangan besarnya adalah pemberdayaan di bidang ekonomi. “Tidak semudah membalikkan tangan,” jelasnya kepada reporter Langkah Baru di Gedung Siti Walidah UMS, belum lama ini. Para pelaku UMKM, setelah mendapatkan bantuan modal, usahanya tidak selalu berjalan baik. Secara persentase adalah fifty-fify (50:50) antara yang berhasil dan yang gagal. Bahkan ada UMKM, sesudah menerima suntikan modal, menghilang tanpa kabar.
Memperbaiki Kelemahan
Pengelola Lazismu Solo terus belajar untuk memperbaiki berbagai kelemahan itu. Setidaknya lebih hati-hati, dengan melakukan studi kelayakan yang baik sebelum memberikan bantuan kepada penerima manfaat. Melakukan asesmen bukan hanya kepada calon penerima, melainkan pula ke tetangga sekitarnya. Hal ini untuk meminimalisasi risiko ketidakberhasilan program.
Baca juga: Memahami Gerakan Sosial Muhammadiyah
Tantangan lainnya adalah meningkatkan literasi zakat kepada warga persyarikatan dan warga masyarakat umumnya. Secara komposisi, pihak yang menyalurkan dana melalui Lazismu selama ini adalah 40% dari warga persyarikatan, 60% lainnya dari masyarakat luas. Artinya para penyokong dana Lazismu justru banyak yang berasal dari masyarakat umum. Selain itu, lanjut Reynal Falah, perlunya menggerakkan semua pemangku kepentingan di Muhammadiyah untuk berkolaborasi menjalankan program Lazismu. Rencana penerapan manajemen satu atap di Lazismu membutuhkan kesadaran semua pemangku kepentingan di persyarikatan. Dengan manajemen satu atap, jelasnya, akan menjamin transparansi dan akuntabilitas serta sesuai peraturan perundang-undangan.

Tidak Bisa Sendiri
Seperti di Lazismu yang memerlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan di Muhammadiyah, hal yang sama juga di MDMC (Muhammadiyah Disaster Managament Center) Kota Solo. Peran penanganan kebencanaan tidak bisa hanya ditangani MDMC. Ketua MDMC Solo, Teguh Wahyudi, mengatakan lembaganya tidak akan bisa berjalan tanpa bersinergi dengan organ-organ lain di persyarikatan. “Jadi [penanganan bencana] bukan hanya tanggung jawab MDMC, tapi oleh semua elemen Muhammadiyah. MDMC hanya me-manage [mengelola] saja kalau ada bencana,” ujarnya kepada reporter Majalah Langkah Baru, belum lama ini.
Baca juga: Relawan MDCM tetap Semangat Meski tengah Berpuasa
Saat bencana terjadi, semua organisasi otonom (ortom) maupun amal usaha Muhammadiyah (AUM) bisa bergerak bersama membantu korban. MDMC bertugas menyiapkan semua sumber daya manusianya. Mereka harus siap siaga Ketika ada risiko bencana. Teguh mengingatkan, semua lingkungan punya potensi bencana. Tidak tahu kapan datangnya. “Kalau tidak menyiapkan relawan, kita akan gagap saat ada bencana,” lanjut Teguh. MDMC akan menyiapkan instruktur untuk melatih para calon relawan. Misalnya ketika terjadi kebakaran, apa yang harus dilakukan. MDMC menyiapkan instruktur untuk memberikan materi pertolongan pertama dan hidup dasar ketika terjadi bencana, saat tanggap darurat, termasuk bagaimana mengurai risiko bencana.
Menyatukan Relawan
MDMC Solo saat ini mempunyai sekitar 200 relawan dari kalangan pelajar, mahasiswa, tenaga kesehatan, dsb. Dari jumlah tersebut, lebih dari 50 relawan yang tersertifikasi melalui pendidikan. Karena itu, untuk memberdayakan kerja-kerja penanganan bencana, MDMC menerapkan program One Muhammadiyah, One response (OMOR). MDMC akan merekrut banyak relawan Muhammadiyah maupun pihak lain melalui OMOR. Semua elemen ortom, Hizbul Wathan, Kokam, Tapak Suci, AUM dan sebagainya, ketika ada bencana mereka bersama-sama melakukan respons bencana. “Posisi Jadi MDMC hanya mengkoordinasi saja. Kita hanya mengambil elemen-elemen itu. Misalkan Kokam yang punya kekuatan di bidang SAR. Kita satukan. Semua atas nama Muhammadiyah,” jelas Teguh.
Relawan menjadi kekuatan strategis di MDMC. Karena itu relawan harus dikelola dengan baik. Menurut Teguh, hal itu membutuhkan seni tersendiri karena relawan berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, serta tingkat pemahaman agama yang beragam. Ada orang Muhammadiyah, ada dari luar Muhammadiyah, bahkan pernah dari kalangan yang beda agama. Persyarikatan perlu menyatukan semua relawan itu sehingga menjadi kekuatan besar saat menangani bencana. Semoga…(Hendro Susilo, Setyo N.)
Berita ini pernah dimuat di Majalah Langkah Baru edisi Maret-Juni 2024