SOLO, MUHAMMADIYAHSOLO.COM–Wakil Kepala SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Solo, Dwi Jatmiko, hadir di Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Lazismu Kota Surakarta 2025 dengan tema “Aksi Keuangan Satu Atap dan Sinergi Kebaikan Untuk Capaian SDG’s” di Hotel Loji Solo, Sabtu (11/1/2024).
Pada jam 09.15 WIB acara Rakerda diawali agenda pembukaan tilawah (pembacaan ayat suci Al-Qur’an), menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan mars Muhammadiyah, “Sang Surya”. Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan-sambutan yang disampaikan oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Ketua Badan Pengurus Lazismu Kota Solo, Reynal Falah; Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Solo, Kiai Anwar Sholeh; dan pengurus Lazismu Wilayah Jawa Tengah, Dwi Swasana Ramadhan.
Kehadiran Dwi Jatmiko pada acara tersebut dalam rangka membersamai Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 1 Solo, Sri Sayekti, yang dinobatkan sebagai Tokoh Penggerak ZIZKA Terinspiratif 2024. Dwi Jatmiko menerima hadiah kejutan berupa buku Integrasi Masjid dan Pendidikan: Pergumulan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Membangun Pendidikan Unggul-Berkemajuan karya Kiai Marpuji Ali. Buku tersebut diterima Dwi Jatmiko ketika sesi diskusi tanya jawab di Rakerda tersebut. Buku yang diterbikan Diomedia dan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat itu mengisahkan perjuangan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat dalam memajukan pendidikan di Muhammadiyah melalui Masjid Kottabarat, masjid milik persyarikatan.
“Terima kasih Lazismu Kota Surakarta yang telah memberi buku karya Drs. H. Marpuji Ali, M.S.I ini,” ujar Jatmiko melalui siaran pers yang diterima Muhammadiyahsolo.com. Buku dengan 202 halaman ini berisi: “Problem dan Model Pengembangan Masjid Muhammadiyah”; “Dinamika Masjid dalam Sejarah”; “Memakmurkan Masjid Melalui Inovasi”; “Orientasi Pengembangan Pendidikan Berbasis Masjid”; dan “Perjalanan Perguruan Muhammadiyah Kottabarat”. “Buku yang luar biasa hasil praksis di lapangan yang berkemajuan. Terimakasih,” ungkapnya.
Obsesi Kiai Marpuji Ali
Sekolah urban-berkemajuan inilah yang menjadi obsesi Kiai Marpuji, mengapa? Sekolah Muhammadiyah bukan sekadar untuk mencerdaskan anak-anak bangsa tetapi juga menjadi lahan berdakwah. Sekolah Muhammadiyah di Surakarta saat itu (baca awal 2000-an) sudah banyak, sekitar 50 sekolah dasar dan menengah, tetapi umumnya mendidik anak-anak dari keluarga kelas menengah dan menengah bawah. Sedangkan yang menyapa anak-anak dari keluarga kelas menengah atas belum tersedia.
Dengan kehadiran SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat itu diharapkan mampu mendidik anak-anak dari kalangan menengah atas yang orientasi dan pilihan pendidikannya berbeda dengan masyarakat menengah maupun menengah bawah. “Dengan buku ini juga menambah wacana dan wawasan yang ternyata di halaman viii buku itu disebutkan bahwa kepindahan kelas PK dari SD Muhammadiyah 1 Ketelan Mangkunegaran. Semoga buku ini menginspirasi sesama anak bangsa yang berkemajuan dan berkeadaban untuk mewujudkan sekolah unggul yang diminati umat dan masyarakat,” beber Dwi Jatmiko.