Perilaku yang mengiringi kegiatan dalam segala lini kehidupan manusia, pada umumnya memiliki dasar keyakinan yang mengharuskan manusia untuk melakukannya. Karena akal dan pikiran manusia tersebut membutuhkan keyakinan agar kemudian dapat menjalankan apa yang ia yakini. Tanpa keyakinan, manusia hanyalah buih yang diterpa ombak terombang-ambing mengikuti arus tanpa ada tujuan yang hendak dituju. Demikian pula dengan ekonomi islam, sejatinya ekonomi islam juga dibangun atas adanya dasar atau keyakinan sehingga menjadi perilaku manusia yang ditampakkan dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Dasar keyakinan yang membangun ekonomi islam tentunya berasal dari agama islam itu sendiri, sebagaai dasar hukum dan landasan pelaksanannya. Hal ini tentu saja diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, kedua sumber hukum tersebut-lah yang menghasilkan aksioma-aksioma dasar dalam ekonomi islam. Aksioma atau dasar keyakinan yang menjadi landasan etika dalam berkegiatan ekonomi, islam tidak ingin membiarkan ummatnya terjerumus dalam fokus keuntungan duniawi semata namun harus menyertakan islam sebagai landasan yang menjaga setiap lini muamalah dalam kegiatan ekonomi. Rasionalitas dalam ekonomi islam, dibangun atas dasar aksioma yang diderivasi dari nilai dan ajaran islam diantaranya ada yang bersifat umum atau universal dan ada yang bersifat khusus hanya bagi mereka yang mengimani ajaran islam.
Aksioma dasar ekonomi islam yang bersifat umum atau universal kepada setiap manusia, diantaranya adalah: Pertama, setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh maslahah. Maslahah ialah segala bentuk keadaan dan perilaku yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Singkatnya maslahah adalah keadaan dan perilaku yang bersifat dan berdampak positif kepada pelakunya, maslahah erat kaitannya dengan maqashid syariah yang mengandung lima tujuan dalam memperoleh maslahah. Diantaranya maslahah bagi agama, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan. Pelaku ekonomi tidak hanya berorientasi pada keuntungan bisnis semata, namun jug aharus mempertimbangkan dan mencapai maslahah yang lebih besar dari kegiatan ekonomi yang dilakukan. Kedua, setiap pelaku berusaha untuk tidak melakukan kemubadziran (non wasting) karenanya harus mengedepankan efisiensi dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Ketiga, setiap pelaku ekonomi akan berhubungan dengan resiko. Sehingga pelaku ekonomi harus senantiasa berusaha untuk meminimumkan resiko, berusaha menyusun strategi menghadapi resiko ynag tidak pasti, dan senantiasa melengkapi informasi dan pengetahuan untuk meminmalisir adanya resiko yang dihadapi.
Aksioma-aksioma yang bersifat umum dan universal tersebut, didukung pula dengan adanya aksioma yang hanya diyakini oleh mereka yang berkeyakinan pada ajaran islam. Sehinggga seorang muslim sekaligus pelaku ekonomi harus senantiasa menghadirkannya dalam setiap tindak-tanduknya, terutama dalam kegiatan ekonomi. Diantara aksioma-aksioma tersebut adalah sebagai berikut:
- Bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah akhirat, yaitu kehidupan setelah kematian di dunia. Seorang muslim tidak hanya terpaku pada tujuan untuk mencapai keuntungan pribadi semata dalam kegiatan ekonomi. Namun, kegiatan ekonomi harus menjadi sarana ibadah yang difokuskan pula untuk mengumpulkan bekal kehidupan seungguhnya yaitu kehidupan akhirat kelak. Seorang muslim harus mengusahakan dirinya agar beruntung baik di dunia maupun di akhirat.
- Kehidupan akhirat merupakan akhir pembalasan (pengadilan) dari kehidupan dunia. Seorang muslim sekaligus pelaku ekonomi, dalam kehidupannya tidak melupakan adanya hari pembalasan terhadap apa yang dilakukan oleh manusia di dunia. Kegiatan ekonomi menjadi aktivitas yang tidak akan terlewatkan dari pengadilan Sang Maha Adil. Oleh karenanya, setiap muslim dituntut untuk menjaga perilaku dalam setiap lini kehidupannya untuk tidak berbuat maksiat, curang, berbohong, berkhianat dan sebagainya. Sebab, segala perilaku dan tindakan tersebut akan diadili di pengadilan yang paling adil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Adil.
- Pemikiran akal manusia bersifat terbatas dan sumber informasi yang sempurna hanyalah Al-Qur’an dan Hadits. Artinya rasionalitas akal pikiran manusia bersifat terbatas dan pengetahuan yang sempurna hanyalah milik Allah SWT. Yang kemudian disampaikan melalui informasi di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Setiap muslim dan pelaku ekonomi hendaknya senantiasa mengikuti setiap peraturan (Rules) dan ajaran dari kedua sumber hokum islam tersebut, selayaknya keterbatasan akal manusia untuk mencerna seluruh persoalan yang dihadapkan kepadanya. Maka Al-Qur’an dan Hadits harus dipegang teguh dalam setiap lini kehidupannya sebagai manusia dan hamba Allah SWT.
Demikianlah aksioma-aksioma yang bersifat universal atas seluruh manusia dan khusus kepada mereka yang meyakini islam sebagai ajaran yang benar. Tentunya kegiatan ekonomi menjadi salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan pemenuhan kebutuhan hidup tersebut hendaknya senantiasa dijaga dengan etika dan perilaku yang sesuai dengan aksioma dasar dalam ekonomi islam tersebut. Sehingga, kegiatan ekonomi tidak hanya menghasilkan keuntungan duniawi namun juga menghasilkan keuntungan ukhrawi.
Wallahu A’lam Bisshawaab…
Daftar Pustaka
Paisal Rahmat, Konsep Tindkan Rasionalitas Ekonomi Islam dalam Perspektif Ekonomi Islam: JIBF Madina, Vol.3 No.2, November 2022.
Ali Amin Isfandiar, Melacak Teori Rasionalitas Ekonomi berbasis Islamic Ethics: Jurnal Muqtasid, Volume 6 Nomor 2, Desember 2015