• About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Berkemajuan
  • Home
    • Home – Layout 1
    • Home – Layout 2
    • Home – Layout 3
    • Home – Layout 4
    • Home – Layout 5
  • News
    Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Luncurkan Tiga Buku Kiai Marpuji Ali

    Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Luncurkan Tiga Buku Kiai Marpuji Ali

    KSM Mattiro Deceng Dorong Edukasi Pengelolaan Sampah di Soppeng Lewat TPS 3R dan Media Sosial

  • Insight
    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Seni Memahami Perempuan dalam Islam: Meneladani Rasulullah dari Rumahnya

    Seni Memahami Perempuan dalam Islam: Meneladani Rasulullah dari Rumahnya

  • Tajdid
    • All
    • Ekonomi
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Socrates, Filsafat Yunani dan Dialektika

    Socrates, Filsafat Yunani dan Dialektika

    Fenomena Ustaz Cepat Saji: Lima Menit Ceramah, Seribu Kali Dibagikan

    Fenomena Ustaz Cepat Saji: Lima Menit Ceramah, Seribu Kali Dibagikan

    Zina yang Tak Lagi Haram dan Ditakuti

    Zina yang Tak Lagi Haram dan Ditakuti

    Peradaban dalam Gema: Ketika Lagu Menjadi Cermin 

    Peradaban dalam Gema: Ketika Lagu Menjadi Cermin 

    Trending Tags

    • Penelitian
    • Humaniora
    • Moderasi
    • Kabarmu
    • Risalah
  • Artikel
    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ritual Tanpa Ruh: Saat Ibadah Menjadi Formalitas dan Hati Kehilangan Arah

    Ritual Tanpa Ruh: Saat Ibadah Menjadi Formalitas dan Hati Kehilangan Arah

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

  • Infografis
  • Risalah
    Checkpoint Spiritual: Sholat Jumat dan Laki-Laki dalam Ritme Peradaban

    Checkpoint Spiritual: Sholat Jumat dan Laki-Laki dalam Ritme Peradaban

    Redefinisi Hijrah Populer

    Redefinisi Hijrah Populer

    Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

    Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

No Result
View All Result
  • Home
    • Home – Layout 1
    • Home – Layout 2
    • Home – Layout 3
    • Home – Layout 4
    • Home – Layout 5
  • News
    Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Luncurkan Tiga Buku Kiai Marpuji Ali

    Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Luncurkan Tiga Buku Kiai Marpuji Ali

    KSM Mattiro Deceng Dorong Edukasi Pengelolaan Sampah di Soppeng Lewat TPS 3R dan Media Sosial

  • Insight
    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Seni Memahami Perempuan dalam Islam: Meneladani Rasulullah dari Rumahnya

    Seni Memahami Perempuan dalam Islam: Meneladani Rasulullah dari Rumahnya

  • Tajdid
    • All
    • Ekonomi
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Socrates, Filsafat Yunani dan Dialektika

    Socrates, Filsafat Yunani dan Dialektika

    Fenomena Ustaz Cepat Saji: Lima Menit Ceramah, Seribu Kali Dibagikan

    Fenomena Ustaz Cepat Saji: Lima Menit Ceramah, Seribu Kali Dibagikan

    Zina yang Tak Lagi Haram dan Ditakuti

    Zina yang Tak Lagi Haram dan Ditakuti

    Peradaban dalam Gema: Ketika Lagu Menjadi Cermin 

    Peradaban dalam Gema: Ketika Lagu Menjadi Cermin 

    Trending Tags

    • Penelitian
    • Humaniora
    • Moderasi
    • Kabarmu
    • Risalah
  • Artikel
    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ketika Retorika Jadi Senjata: Membaca Gaya Debat Ferry Irwandi Lewat Kacamata Filsuf

    Ritual Tanpa Ruh: Saat Ibadah Menjadi Formalitas dan Hati Kehilangan Arah

    Ritual Tanpa Ruh: Saat Ibadah Menjadi Formalitas dan Hati Kehilangan Arah

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    MBG: Makan Gratis atau Bom Waktu Nasional?

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Rahasia Biologis Waktu Shalat: Membaca Hikmah Sains dalam Ritme Tubuh Manusia

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Integrasi Masjid dan Pendidikan

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

    Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

  • Infografis
  • Risalah
    Checkpoint Spiritual: Sholat Jumat dan Laki-Laki dalam Ritme Peradaban

    Checkpoint Spiritual: Sholat Jumat dan Laki-Laki dalam Ritme Peradaban

    Redefinisi Hijrah Populer

    Redefinisi Hijrah Populer

    Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

    Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

No Result
View All Result
berkemajuan.id
No Result
View All Result
Home Artikel

Kemerdekaan yang Timpang: Antara Merah Putih di Kota dan Perut Lapar di Desa

Rivaldi Tamapedung by Rivaldi Tamapedung
August 13, 2025
Kemerdekaan yang Timpang: Antara Merah Putih di Kota dan Perut Lapar di Desa
Share on FacebookShare on Twitter

Setiap Agustus, bendera merah putih berkibar di setiap sudut negeri. Kota-kota ramai dengan perlombaan, pawai, dan upacara penuh semangat. Lagu-lagu perjuangan berkumandang, mengingatkan kita pada jerih payah para pahlawan yang merebut kemerdekaan 79 tahun silam. Namun, di balik gegap gempita itu, ada kenyataan pahit: banyak rakyat Indonesia yang belum merasakan kemerdekaan sejati terutama kemerdekaan di bidang ekonomi.

Potret ini paling jelas terlihat di pelosok desa, daerah terpencil, dan wilayah perbatasan. Sementara di perkotaan orang berebut diskon kemerdekaan di pusat perbelanjaan, di ujung negeri, ada keluarga yang masih makan sekali sehari. Perayaan kemerdekaan seolah menjadi pesta yang meriah di ruang tamu, tetapi dapur banyak rakyat kita masih gelap dan kosong.

Kemerdekaan yang Belum Menyentuh Perut Rakyat

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024 mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,36% atau sekitar 25,22 juta jiwa. Angka ini memang menurun dibanding beberapa tahun sebelumnya, tetapi kemiskinan di pedesaan masih jauh lebih tinggi dibanding perkotaan. Di desa, angka kemiskinan mencapai 12,22%, sedangkan di kota hanya 7,09%. Artinya, peluang warga desa untuk keluar dari jerat kemiskinan jauh lebih kecil.

Bukan hanya soal penghasilan rendah. Akses pendidikan, kesehatan, air bersih, dan infrastruktur menjadi masalah utama. Banyak anak di daerah terpencil harus berjalan berkilo-kilometer untuk bersekolah, sementara fasilitas kesehatan hanya ada di pusat kecamatan yang jaraknya berjam-jam perjalanan. Akibatnya, lingkar kemiskinan terus berputar: rendahnya pendidikan membuat sulit mendapatkan pekerjaan layak, sementara kesehatan yang buruk menggerus produktivitas.

Ironi di Negeri yang Kaya Sumber Daya

Ironisnya, banyak daerah miskin ini justru berada di wilayah yang kaya sumber daya alam. Kita bisa lihat contohnya di Papua, Maluku, atau sebagian wilayah Kalimantan. Tanah subur, tambang emas, hutan lebat, dan laut yang melimpah semuanya tersedia. Namun, kekayaan alam ini sering kali mengalir keluar tanpa memberi manfaat maksimal bagi masyarakat setempat.

Fenomena ini sering disebut sebagai paradox of plenty atau paradoks kelimpahan. Kekayaan alam yang melimpah justru memicu eksploitasi besar-besaran oleh pihak luar, sementara masyarakat lokal hanya menjadi penonton di tanah sendiri. Akibatnya, pembangunan di wilayah tersebut berjalan lambat, bahkan tertinggal jauh dibanding pusat kota.

Lebih Sulit daripada Kemerdekaan Politik

Sejarah membuktikan, meraih kemerdekaan politik memang berat, tapi membangun kemerdekaan ekonomi jauh lebih rumit. Bung Hatta, sang proklamator yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, pernah berkata bahwa kemerdekaan sejati hanya akan terwujud jika rakyat dapat hidup sejahtera secara ekonomi. Namun, hingga hari ini, cita-cita itu belum sepenuhnya tercapai.

Ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah serius. Laporan Bank Dunia menunjukkan koefisien gini Indonesia pada 2023 berada di angka 0,388 indikator bahwa kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih lebar. Di kota, segelintir orang menikmati kemewahan, sementara di desa banyak keluarga yang tidak memiliki akses listrik atau sanitasi layak.

Pelosok Desa: Panggung Perjuangan Baru

Jika dahulu medan pertempuran kemerdekaan berada di hutan, gunung, dan lautan melawan penjajah, kini medan itu ada di pelosok desa melawan kemiskinan. Pahlawannya bukan lagi bersenjatakan senapan, tetapi berbekal pendidikan, kewirausahaan, dan inovasi.

Banyak kisah inspiratif datang dari desa-desa yang berjuang mandiri. Misalnya, kelompok tani di Nusa Tenggara Timur yang mengolah jagung menjadi tepung dan makanan olahan bernilai jual tinggi. Atau komunitas nelayan di Sulawesi yang membentuk koperasi agar harga ikan lebih stabil. Inisiatif-inisiatif kecil ini membuktikan bahwa dengan dukungan tepat, desa bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.

Mengubah Perayaan Menjadi Perjuangan

Kemerdekaan seharusnya tidak hanya diperingati dengan lomba makan kerupuk atau tarik tambang, tetapi juga menjadi momentum refleksi nasional: apa arti kemerdekaan bagi rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan?

Pemerintah memang memiliki berbagai program bantuan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Dana Desa. Namun, bantuan ini hanya bersifat sementara. Yang lebih dibutuhkan adalah strategi jangka panjang:

  • Pembangunan infrastruktur yang merata, termasuk jalan, listrik, dan internet.
  • Pendidikan dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
  • Pengembangan potensi lokal melalui koperasi dan UMKM.
  • Akses modal murah bagi pelaku usaha kecil di desa.

Kemerdekaan ekonomi tidak akan datang hanya dengan belas kasihan, tetapi dengan pemberdayaan.

Merah Putih untuk Semua, Bukan Hanya di Kota

Kemerdekaan yang kita rayakan setiap Agustus seharusnya juga berkibar di hati setiap warga desa yang hidup di lereng gunung, tepi laut, atau perbatasan negeri. Bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai kenyataan bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk hidup layak, sehat, dan sejahtera.

Indonesia tidak akan benar-benar merdeka jika masih ada jutaan rakyat yang bangun tidur dengan perut kosong. Merah putih bukan hanya kain yang dikibarkan, tetapi janji yang harus ditepati: kemerdekaan untuk semua, dari Sabang sampai Merauke, dari kota megapolitan hingga desa terpencil.

Rivaldi Tamapedung

Rivaldi Tamapedung

Recommended.

Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

Mengungkap Dua Al-Masih: Isa sang Penyelamat, Dajjal sang Pendusta

June 24, 2025
Taubat : Selalu Diundang Tapi Kamu Tak Datang

Taubat : Selalu Diundang Tapi Kamu Tak Datang

August 24, 2025

Trending.

Integrasi Masjid dan Pendidikan

Integrasi Masjid dan Pendidikan

October 13, 2025
Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

Udara Sehat yang Dicuri: Mengapa Kita Masih Toleran terhadap Rokok?

October 12, 2025
“Sekolah Bahagia: Peran Guru dalam Mewujudkan Well-Being Lewat Belajar, Kolaborasi, dan Keteladanan”

“Sekolah Bahagia: Peran Guru dalam Mewujudkan Well-Being Lewat Belajar, Kolaborasi, dan Keteladanan”

June 30, 2025
Antara Idealisme dan Realita : Menghidupkan Gerakan Perempuan Islam di Kepulauan Sangihe

Antara Idealisme dan Realita : Menghidupkan Gerakan Perempuan Islam di Kepulauan Sangihe

June 29, 2025
Antara Ekonomi Syari’ah dan Ekonomi Konvensional

Antara Ekonomi Syari’ah dan Ekonomi Konvensional

July 20, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Call us: +6285234007456

© 2025 - berkemajuan.id - "Memajukan & Memanusiakan" by Rozaq

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Liputan Khusus
  • Infografis
  • Artikel
  • Insight
  • Tajdid
    • Pendidikan
    • Ekonomi
    • Sosial
  • Photography
  • Risalah

© 2025 - berkemajuan.id - "Memajukan & Memanusiakan" by Rozaq