Dalam sejarah Islam, sosok Rasulullah ﷺ tidak hanya dikenal sebagai pemimpin, guru, dan panglima, tetapi juga sebagai suami yang lembut, sabar, dan penuh pengertian. Kehidupan rumah tangga beliau adalah madrasah terbaik untuk memahami bagaimana Islam memuliakan perempuan. Dalam setiap interaksi dengan istri-istrinya, Rasulullah mengajarkan seni yang sangat halus: seni memahami perempuan, bukan sekadar “mempergauli dengan baik”, tetapi mengerti hati mereka, menghargai perasaan mereka, dan merawat jiwa mereka.
Memahami Bukan Sekadar Menuruti
Memahami perempuan tidak sama dengan menuruti semua keinginannya tanpa pertimbangan. Islam mengajarkan keseimbangan antara memenuhi kebutuhan pasangan dan tetap menjaga prinsip kebenaran. Rasulullah ﷺ adalah contoh nyata. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.”
Kata “baik” di sini tidak hanya berarti memberi materi, tetapi mencakup kasih sayang, perhatian, kesabaran, bahkan kesediaan untuk mendengar keluhan tanpa menghakimi.
Pelajaran dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
Aisyah adalah istri yang dikenal cerdas, kritis, dan sangat mencintai Rasulullah. Pernikahan mereka menjadi ruang dialog yang hidup. Ada satu kisah menarik ketika Aisyah cemburu kepada Khadijah yang telah wafat. Aisyah pernah berkata, “Mengapa engkau selalu menyebut-nyebut Khadijah, padahal Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik?” Rasulullah tersenyum, lalu menjawab:
“Allah tidak memberiku istri yang lebih baik darinya. Ia beriman kepadaku saat semua orang mendustakanku, ia membantuku dengan hartanya saat semua orang menjauhiku…” (HR. Ahmad, dinyatakan shahih oleh al-Albani).
Kisah ini mengajarkan bahwa memahami perempuan juga berarti menghormati rasa cemburu mereka, tetapi tetap tegas menjaga prinsip, sebagaimana Rasulullah tidak pernah menghapus kenangan dan rasa hormatnya kepada Khadijah.
Lembutnya Rasulullah kepada Saudah binti Zam’ah
Saudah adalah istri Rasulullah yang berusia lebih tua dan memiliki fisik besar. Suatu ketika, Saudah merasa khawatir Rasulullah akan menceraikannya karena sudah menua. Ia pun menawarkan bagiannya di malam giliran kepada Aisyah. Rasulullah menerima tawaran itu, tetapi tetap memelihara ikatan pernikahan dengan Saudah tanpa menghinanya. Dalam riwayat Bukhari, Aisyah berkata:
“Saudah memberikan gilirannya kepadaku, dan Rasulullah menerima.”
Ini menunjukkan bahwa seni memahami perempuan juga melibatkan menghargai pilihan mereka, dan menjaga kehormatan mereka di hadapan publik.
Ada masa di mana istri Rasulullah marah hingga bersuara keras di hadapan beliau. Umar bin Khattab pernah terkejut melihat putrinya, Hafshah, meninggikan suara kepada Rasulullah. Namun Rasulullah tidak membentak atau menghinanya. Beliau membiarkan emosinya reda, lalu memberi nasihat dengan tenang. Ini membuktikan bahwa dalam seni memahami perempuan, kendali diri adalah kunci tidak terpancing oleh emosi yang sedang memuncak.
Kelembutan dalam Pekerjaan Rumah
Banyak laki-laki mengira bahwa tugas rumah adalah sepenuhnya tanggung jawab perempuan. Namun hadits riwayat Bukhari menunjukkan bahwa Rasulullah membantu pekerjaan rumah: beliau menjahit bajunya, memerah susu kambing, dan memperbaiki sandal. Aisyah berkata:
“Beliau membantu pekerjaan keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau keluar untuk shalat.”
Ini adalah teladan besar: memahami perempuan berarti berbagi beban hidup, bukan membebankan semuanya.
Sunnah Memuliakan Perasaan
Islam memandang bahwa perempuan memiliki hak untuk didengar dan dimengerti. Rasulullah tidak hanya mendengarkan keluhan istri-istrinya, tetapi juga memvalidasi perasaan mereka. Saat Aisyah ingin melihat orang-orang Habasyah bermain tombak di masjid, Rasulullah berdiri di depan pintu, membiarkan Aisyah menonton sambil bersandar di bahunya, sampai ia bosan. Beliau tidak berkata “cukup” sebelum Aisyah sendiri yang memutuskan. Ini bukan sekadar romantisme, tetapi bentuk penghormatan pada minat dan kebahagiaan pasangan.
Al-Qur’an menegaskan:
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri) secara patut.” (QS. An-Nisa: 19)
Kata “ma’ruf” di sini mencakup ucapan yang lembut, sikap yang penuh kasih, dan kesediaan memahami kondisi perempuan secara fisik maupun emosional. Rasulullah menjadikan ayat ini nyata dalam perilaku, sehingga para sahabat melihat beliau bukan hanya sebagai guru agama, tetapi sebagai teladan suami.
Seni yang Memerlukan Latihan
Memahami perempuan adalah seni yang tidak selesai dipelajari hanya dari buku. Ia membutuhkan empati, kesediaan mengalah dalam hal-hal kecil, dan keberanian untuk tetap memegang prinsip dalam hal-hal besar. Rasulullah mengajarkan bahwa rumah tangga bukan tempat untuk membuktikan siapa yang lebih kuat, tetapi ruang untuk saling menenangkan.
Akhirnya, Sebuah Ajakan
Di zaman ini, banyak hubungan hancur bukan karena kurang cinta, tetapi karena kurang memahami. Padahal, Allah telah memberikan teladan terbaik dalam sosok Rasulullah ﷺ. Jika para suami dan calon suami mau belajar dari beliau, niscaya perempuan akan merasa lebih dihargai, dan rumah tangga akan dipenuhi sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Memahami perempuan dalam Islam adalah seni yang memadukan logika syariat dan rasa kemanusiaan. Ia tidak bisa dijalani setengah hati, tetapi harus menjadi bagian dari ibadah. Sebab, di balik senyum seorang istri yang merasa dimengerti, ada ridha Allah yang begitu luas.























